Minggu, 25 Januari 2009

Positive Parenting


Setiap anak lahir dengan dorongan berbuat baik. Ia mencintai kebaikan dan secara naluriah ingin menjaga diri dari keburukan. Tetapi pada saat ia lahir, mereka belum bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan. Setiap bayi lahir dalam keadaan antusias dan optimis. Tidak ada bayi yang termening sedih hanya karena gagal belajar merangkak. Menangis itu biasa, sebagai reaksi dari badan yang sakit atau perut yang lapar, sementara mengkomunikasikan dalam bahasa verbak belum mampu. Tetapi setelah tangis reda, antusiasme itu bangkit lagi, menyala-nyala dalam diri mereka. Optimis mereka tumbuh dan tidak sibuk dengan keadaan masa lalu. Mereka sibuk dengan usaha.
Sayangnya, harta mereka yang sangat berharga bernama antusiasme dan optimisme ini kita matikan dalam dua tahun pertama. Dua hal berikut ini yang menunjukkan kesalahan kita mendidik anak.Pertama adalah kurangnya ilmu. Meskipun kita sadar bahwa ilmu itu mendahului amal, kita rupanya mempersiapkan ilmu untuk berkarir lebih banyak daripada ilmu untuk menjadi orangtua. Padahal tugas kita menjadi orang tua duapuluh empat jam, seharisemalam, termasuk saat tidur, terjagaserta antara sadar dan tidak. Sementara tugas kita dalam karir hanya beberapa jam. Kedua, urusan hati kita yang belum terurus. Kita lapar ruhani pada saat kita harus mengenyangkan ruhani anak kita.
Pelajaran yang dapat kita petik adalah kita perlu berpikir tentang bagaimana menjalankan tugas parenting, yakni mengasuh, membesarkan dan mendidik mereka bukan saja tidak mematikan segala kebaikan mereka. Lebih dari itu, kita harus bisa merangsang inisiatif-inisiatif mereka, mendorong semangat mereka, menunjukkan penerimaan yang tulus dan memberikan perhatian yang hangat atas setiap kebaikan yang mereka lakukan. Kita perlu mengembangkan inisiatif positif. Inilah yang disebut dengan positive parenting.
Kunci utama dalam positive parenting adalah terletak pada komunikasi. Perilaku yang keliru bisa kita luruskan dengan komunikasi positif. Ingat, bahwa anak lebih mudah menerima saran dan usulan positif dari pada larangan, apalagi jika disampaikan dengan suara membentak. Dalam QS Al-Ikhlas ayat 1-4, ketika Allah membantah perkataan manusia bahwa tuhan diperanakkan, Dia memulainya dengan kalimat positif, bukan sanggahan: Katakanlah ”Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”. Baru setelah itu Allah memberikan sanggahan di ayat 3 dan 4 ”Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
Ada pelajaran di sini. Ada yang perlu kita renungkan apabila kita mau berpikir. Allah memulai dengan kalimat positif untuk menunjukkan yang seharusnya , sehingga manusia lebih mudah menerima dan lebih siap untuk mengubah pikirannya. Betapa indahnya kebenaran dan betapa menyentuhnya pelajaran yang Allah berikan dengan caranya berkomunikasi. Semoga kita Allah menolong kita untuk mengantarkan anak kita agar menjadi berkah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar